living green

Kamis, 31 Mei 2012

laporan pengamatan tikus


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Tikus adalah makhluk yang sangat merugikan manusia. Selain merugikan perekonomian karena menghabiskan atau merusak makanan, tanam-tanaman, barang-barang dan lain-lain harta benda, tikus dapat pula menyebarkan berbagai jenis penyakit (Manual KKP,Dit.Epid. dan Karantina, Ditjen P3M Depkes RI).
Adapun kerugian yang ditimbulkan oleh tikus dapat dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan.Dari segi ekonomi, tikus dapat merusak tanaman petani dan bahkan merusak bangunan kediaman manusia.Dari segi sosial budaya dapt menurunkan martabat manusia karena dengan banyaknya tikus menandakan bahwa nilai kesehatan penghuninya rendah. Sedangkan dari segi kesehatan yaitu dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang ditularkan melalui tikus tersebut salah satunya adalah tyfus,pes,dan lain-lain.
Tikus dapat dikatakan sebagai hewan yang paling dekat dengan manusia, karena mereka tinggal disekitar bahkan serumah dengan manusia, makan makanan yang dimakan oleh manusia bahkan berbagi penyakit dengan manusia.
Oleh karena itu, tikus perlu diberantas supaya tidak menimbulkan penyakit dan kerugian material. Adapu cara pemberantasa tikus itu sendiri perlu diadakan survey dan identifikasi tikus.

B.     TUJUAN
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka adapun tujuan dari praktikum identifikasi tikus ini adalah “ untuk mengetahui cara identifikasi  dan jenis tikus”
BAB II
DASAR TEORI
Tikus adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia. Asosiasi tikus dengan manusia seringkali bersifat parasitisme, tikus mendapatkan keuntungan sedangkan manusia sebaliknya. Tikus sering menimbulkan gangguan bagi manusia dibidang : kesehatan; pertanian; peternakan; rumah tangga.
A.    Morfologi Tikus

Klasisifikasi Tikus
No.
Tingkatan Takson
Golongan
1.
Dunia
Animalia
2.
Phyllum (Filum)
Chordata
3.
Sub filum
Vertebrata (Craniata)
4.
Kelas
Mammalia
5.
Sub kelas
Theria
6.
Infra Kelas
Eutheria
7.
Ordo
Rodentia
8.
Sub ordo
Myomorpha
9.
Famili
Muridae
10.
Sub family
Murinae
11.
Genus
Bandicota

Ordo Rodentia merupakan ordo dari kelas Mammalia yang terbesar karena memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu 2.000 spesies (40 %) dari 5.000 spesies untuk seluruh kelas Mammalia. Dari 2.000 spesies Rodentia, hanya kurang lebih 150 spesies tikus yang ada di Indonesia dan hanya 8 spesies yang paling berperan sebagai host (vektor) dari agent patogen terhadap manusia dan hama pertanian.  Delapan spesies tsb : Rattus norvegicus (tikus riol/got/selokan/kota), Rattus-rattus diardii (tikus rumah/atap), Mus musculus (mencit rumah), Rattus exulans (tikus ladang), Bandicota indica (tikus wirok), Rattus tiomanicus (tikus pohon), Rattus argentiventer (tikus sawah), Mus caroli (mencit ladang)

No
Morfologi
Tikus roil
Tikus  atap
Mencit rumah
Tikus ladang
1.
Tekstur rambut
Kasar dan agak panjang
Agak kasar
Lembut dan halus
Lembut dan halus
2.
Bentuk hidung
Kerucut terpotong
Kerucut
Kerucut
Kerucut
3.
Bentuk badan
Silindris, membesar kebelakang
Silindris
Silindris
Silindris
4.
Warna badan bagian punggung
Coklat hitam kelabu
Coklat  hitam kelabu
Coklat  hitam kelabu
Coklat  kelabu
5.
Warna badan bagian perut
Coklat kelabu (pucat)
Coklat  hitam kelabu
Coklat  hitam kelabu
Putih kelabu
6.
Warna ekor bagian atas
Cokelat hitam
Cokelat hitam
Cokelat hitam
Cokelat hitam
7.
Habitat
Gudang, selokan, rumah
Rumah, gudang
Rumah gudang
Sawah, ladang 
8.
Bobot tubuh (gr)
150-600
60-300
8-30
30-85
9.
Pjg kepala + badan (mm)
150-250
100-210
55-100
80-150
10.
Panjang ekor (mm)
160-210
120-250
70-110
110-180
11.
Lebar daun telinga (mm)
18-24 (berambut)
19-23
9-12
16-20
12.
Pjg tlpk kaki blkg (mm)
40-47
30-37
12-18
22-28
13.
Lebar gigi pengerat (mm)
3.5
3
1.5
2
14.
Jlh puting susu (pasang)
6 (3+3) =12
5 (2+3) =10
5 (3+2) =10
4  (2+2)=8








R.norvegicus, R.rattus dan M.musculus mempunyai distribusi geografi yg menyebar diseluruh dunia sehingga disebut sebagai hewan kosmopolit. Sisanya hanya sekitar Asia dan Asia Tenggara saja.         Tikus wirok, tikus riul, tikus sawah dan mencit ladang termasuk hewan terestrial yg dicirikan dengan ekor relatif pendek thdp kepala dan badan serta tonjolan pada telapak kaki yg relatif kecil dan halus. Tikus pohon, tikus rumah (atap), tikus ladang dan mencit rumah termsuk hewan arboreal yg dicirikan dgn ekor yg panjang serta btonjolan pd telapak kai yg besar dan kasar.


Salah satu ciri terpenting dari Ordo Rodentia (hewan pengerat) adalah kemampuannya untuk mengerat benda-benda yg keras. Maksud mengerat untuk mengurangi pertumbuhan gigi serinya terus menerus. Pertumbuhan gigi seri yg terus menerus disebabkan oleh tidak adanya penyempitan pada bagian pangkalnya sehingga terdapat celah yg disebut diastema. Diastema berfungsi untuk membuang kotoran yg ikut terbawa dgn pakannya masuk kedalam mulut. Rodentia tidak mempunyai gigi taring, sehingga ada cekah antara geraham dan gigi seri (diastema).
Rumus gigi tikus :
      1  0    0      3
  ------------- ----    x 2, jumlahnya 16
    1  0    0    3

    I   C  Pm  M
 
    Ket :      I (incisiva)                    = gigi seri
                   C (canina)                     = gigi taring
                   Pm (pre-molar)             = gigi geraham depan
                   M (molar)                    = gigi geraham belakang
Kerabat dekat tikus : bajing, landak, marmut, kelinci serta tikus putih dan mencit putih ( telah kehilangan pigmen-albino). Cecurut dan tupai bukan kerabat tikus tetapi mirip tikus. Penyakit yang ditularkan melalui tikus : Pes (plague), Salmonellosis, Leptospirosis, Murine Typhus, Rickettsial pox, Lassa, Rodent-borne Haemorrhagic Fevers, Lymphocytic choriomeningitis, Rabies, Rat-bite fever, Trichinosis.
Dalam pengendalian tikus dibutuhkan pengetahuan dasar  untuk pengendalian tikus dan metode pengendalian. Pengetahuan dasar untuk pengendalian tikus meliputi Identifikasi, Biologi dan perilaku tikus, Tanda keberadaan tikus, Rodentisida, Resistensi tikus terhadap rodentisida, Bahaya rodentisida bagi manusia. Metode pengendalian tikus meliputi : Sanitasi, Kultur teknis, Fisik mekanis, Biologis atau hayati, serta Kimiawi.
Dengan telah dapatnya kita mengenal tikus maka belum cukuplah pengetahuan kita kalau tidak dilengkapi dengan bahaya ataupun pengaruh-pengaruh yang dapat ditimbulkannya. Tikus dapat manimbulkan permasalahan dalam kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Tikus dapat manimbulakn berbagai gangguan dan kerugian, antara lain dalah :
  1. Menimbulkan karugian ekonomi karena tikus memakan bahan-bahan makanan yang dihasilkan manusia.
  2. Menimbulkan kerusakan pada perabot rumah tangga dan juga kerusakan pada bangunan atau gudang penyimpanan bahan makanan.
  3. Dibidang kesehatan tikus-tikus tersebut berperan sebagai tuan rumah perantara untuk beberapa jenis penyakit yang dikenal sebagai Rodent – borne diseases.

B.     Penyakit-Penyakit Yang Tergolong Rodent Borne Diseases, Adalah :
a.      Penyakit Pes (Plague)
Di dalam siklus penyakit ini tikus berperan sebagai “host”. Epizootic umumnya terjadi pada Rattus rattus diardii (Politzer, 1954). Apabila tikus banyak yang mati, pinjal yang dalam hidupnya memerlukan darah kemudian pindah ke manusia. Bila pinjal-pinjal tersebut mengandung baksil per yaitu Yersinia (Pasteurella) pestis, (Goldenberg, 1968), maka bisa menular kepada manusia. Pes ini pada manusia disebut pes bubo ”bubonic plague” dan disamping itu ada pula yang disebut pes paru-paru ”pneumonic plague atau lung plague” dan pes septichaemia – ”septichaemic plague” (Baltazard et.al., 1956). Bila pes bubo ini dibiarkan saja (tidak diobati), bisa menjalar ke paru-paru, timbullah pes paru-paru skunder (secondary lung plague) yang sangat ditakuti, karena bisa menular melalui udara. Pes inilah yang biasanya menyebabkan epidemi dan menimbulkan banyak korban. Pada keadaan yang luar biasa dimana baksil pes telah meracuni seluruh pembuluh darah, bisa menyebabkan pes septichaemi. Penderita bisa meninggal secara tiba-tiba dalam keadaan yang sangat mengerikan. Mungkin inilah yang menyebabkan kenapa penyakit pes zaman dahulu disebut ”penyakit setan atau black death”. Sebelum penyakit pes tersebut pindah ke manusia melalui perantaraan pinjal tikus (Xenophsylla spp, Nosopsyllus fasciatus, dan pinjal tikus lainnya) dari ”host”nya yang terkenal (di Indonesia) yaitu R.r diardi. Di dalam tubuh tikus penyakit pes tersebut dapat bersiklus secara abadi pada tubuh beberapa jenis binatang lainnya (”rodent”) (Kartman dan Prince, 1956; Quan, et.al., 1954).
Jenis-jenis binatang pengerat ini tidak semuanya akan mati bila kena penyakit pes. Binatang tersebut berfungsi sebagai pembawa (”carrier atau vehicle”) baksil pes. Di Indonesia R. exulans telah diketahui sebagai pembawa penyakit pes di daerah Boyolali (Tumer, et.al., 1974), sedangkan di Amerika dikenal jenis-jenis lainnya yaitu : Citellus variegates dan C beechevi (Stark, et.al., 1967). Hal inilah antara lain yang menyebabkan mengapa bidang kesehatan banyak menaruh perhatian kepada binatang mengerat dan melakukan penelitian-penelitian.
Penyakit pes yang abadi pada berjenis-jenis binatang pengerat di alam terbuka yang umumnya jauh dari kehidupan manusia disebut “sylvatic plague” atau “campestral plague” (Politzer, 1954). Tempat-tempat di alam dimana binatang mengerat selalu mengandung bibit penyakit disebut “foci” (jamak) atau ”focus” (tunggal). Mengetahui sumber dan pergerakan penyakit-penyakit tersebut ke manusia sangat menarik bagi para “epidemiologist” sedangkan mengetahui jenis-jenis binatang yang terlibat beserta situasi habitatnya sangat menarik bagi para “mammalogist” dan “animal ecologist”. Pekerjaan untuk mengetahui dimana ada foci tersebut disebut “foci detection” dan data yang diperoleh sangat berguna untuk melakukan program pemberantasan penyakit pes. Inilah salah satu kegunaan dari binatang pengerat tersebut, disamping sebagai binatang percobaan di laboratorium juga digunakan dalam evaluasi kegiatan di lapangan (melakukan pooling test).


b.      Leptospirosis
Penyakit ini di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda banyak menimpa pekerja-pekerja pada tempat-tempat penggalian tanah, terutama tanah-tanah yang lembab ataupun yang berair, seperti misalnya got-got dan tambang-tambang. Pada saat itu tikus yang menularkan penyakit ini adalah R. novergicus. Terakhir penyakit ini memperlihatkan dirinya kembali di kecamatan Kayu Agung, kabupaten Ogan Komering Ilir, sekitar tahun 1970. Dengan adanya sistem adanya ”trapping” yang meluas ditemukan banyak R. exulans yang terjangkit Leptospirosis. Di Malaysia ”host”nya yang terkenal adalah R. novergicus dan R. argentiventer (Harrison, 1962). Leptospira berkembang biak pada ginjal tikus. Kemidian Leptospira ini dikeluarkan melalui urine dan akan tetap hidup untuk beberapa waktu lamanya di tanah yang lembab/basah ataupun di air. Penularan kepada manusia terjadi melalui selaput lendir atau luka di kulit. Pada dewasa ini penyakit tersebut sudah tidak begitu kelihatan lagi namun diduga penyakit tersebut masih berkembang biak terus di hutan diantara rodentia liar.
c.       Scrub typhus
Seperti halnya pada penyakit pes, ” scrub typhus” tidak hanya melibatkan tikus. Penyakit ini disebabkan oleh Rickettsia yang hidup pada salah satu vektor (”mite”) yang bernama Trombicula akamushi atau T. deliensis (Harrison, 1962). Di Malaysia sudah diketahui bahwa vektor penyakit ini hidup pada R. Argentiventer sedangkan di Singapura yang biasa dikenal sebagai ”host” adalah R.r diardi. Kedua jenis Trombicula ini pada stadium dewasa hidup bebas di tanah, tetapi stadium larvanya hidup dari darah tikus.
Bila seekor Trombicula mengidap Rickettsia, maka panyakit ini akan berkembang biak dan terbawa pada telur dan anak-anaknya. Larva yang baru diteteskan dalam keadaan lapar dapat mencari host baru, mungkin saja larvanya yang membawa Rickettsia ini mengisap darah manusia kerena tidak menemukan tikus. Pada waktu itu Rickettsia ditularkan pada manusia yang akhirnya menderita penyakit Scrub typhus
d.      Murine typhus
Penyebab penyakit ini adalah Rickettsia mooseri, (Mackie, et. Al., 1946). Penyakit ini sangat dekat hubungannya dengan penyakit Pes hingga mungkin sekali infeksinya terjadi secara bersamaan, karena mempunyai vektor dan host yang sama terkenalnya yaitu X. Cheopis dan R. r diardii (Harrison, 1962).
e.       Rat bite fever
Penyakit ini adalah sejenis demam yang disebabkan oleh Spirillium minus yang masuk melalui gigitan tikus, (Mickie, et.al., 1946). Penyakit ini walaupun dinyatakan ada di Indonesia, tetapi belum banyak diketahui dan diperhatikan.


BAB III
METODOLOGI

A.    WAKTU dan lokasi praktikum
Hari / Tanggal       : rabu, 23 mei 2012
Waktu                   : 13.00-13.30 (WITA)
Lokasi praktikum : Workshop Kampus Jurusan Kesehatan Lingkungan

B.     CARA KERJA
I.       Alat
·         Timbangan                 
·         Jangka
·         Penggaris
·         Pipet
·         Balep
·         Kantong plastik
·         Timer

II.    Bahan
·         Clorofom
·         Kertas putih
·         Alat tulis menulis
·         Kapas



III. CARA KERJA
·         Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
·         Amati warna bulu, jenis bulu,  dan mata tikus yang akan diperiksa.
·         Lakukan pembiusan pada tikus dengan cara masukkan tikus kedalam kantong plastik/toples lalu  pipet 2-3 ml clorofom kedalam kantong plastik/toples tersebut, setelah itu diamkan sekitar 5-10 menit.
·         Amati tikus yang ada dalam kantong plastik/toples selama pembiusan berlangsung jangan sampai tikus kaku (susah pengukurannya).
·         Keluarkan tikus dari kantong plastik/toples dan timbang. Catat hasil pengukuran.
·         Sisir bulu tikus (untuk mengetahui ada atau tidaknya pinjal).
·         Letakkan tikus diatas kertas putih yang telah disiapkan. Amati jenis kelamin dan jumlah tetek tikus yang diperiksa. Catat
·         Ukur berapa panjang seluruhnya (total length) dari ujung moncong sampai panjang ekor disingkat TL.
·         Ukur panjang kepala dan badan (head & body) dari ujung moncong sampai ke anus yang disingkat HB.
·         Ukur panjang ekor (tail) dari pangkal ekor/anus sampai ujung ekor yang disingkat T.
·         Ukur panjang telapak kaki belakang (hind foot) dari tumit sampai ujung kuku/cakar yang disingkat HF.
·         Ukur panjang telinga (ear) dari lekukan dibelakang telinga sampai ujung daun telinga yang disingkat E.
·         Ukur tengkorak (skull) dari ujung tulang hidung sampai tonjolan dibelakang kepala yang disingkat Sk.






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    HASIL
Setelah melakukan praktikum, maka diperoleh hasil sebagai beriku :
1.      Warna bulu punggung : coklat, hitam, kelabu.
2.      Warna bulu dada                     :  coklat pucat
3.      Bentuk badan              : silindris membersar kebelakang
4.      Warna bulu ekor                      : coklat kehitaman
5.      Bentuk moncong                     : tumpul / krucut terpotong
6.      Panjang  badan +  kepala ( H&B)       : 225(mm)
7.      Panjang Ekor                                       : 180 (mm)
8.      Panjang keseluruhan (TL)                   : 400 (mm)
9.      Tengkorak (SK)                                  : 45 (mm)
10.  Panjang telinga (E)                              : 20 (mm)
11.  Bentuk mata                                        : Sipit
12.  Panjang Telapak Kaki (HF)               : 43 (mm)
13.  Jenis Bulu                                            : agak kasar dan panjang
14.  Habitat                                                : roil, dan rumah.

B.     PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa jenis tikus yang diamati adalah termeuk ke dalam spesies rattus-rattus nokrvegicus (tikus roil/got).
Hal ini dapat dilihat dari ciri yang mencolok yaitu: bentuk badan yang silindris membesar, yang merupakan ciri utama tikus ini, selain itu juga dapat dilihat dari bentuk hidung yang tumpul (kerucut terpotong), dan proporsi tubuh (berat badan, panjang A&B, TL, SK, HF, dan E) yang lebih  besar .
Selain ciri morfologi tersebut, penentuan jenis juga didasarkan pada habitat tempat tinggalnya yaitu pada saluran air (got), sehingga dengan ini kami menjadi sangat yakin untuk menentukan spesies tikus ini sebagai rattus-rattus norvegicus.

























BAB V
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Jenis tikus yang telah teridentifikasi yakni spesies rattus-rattus norvegicus
2.      Metode identifikasi yang digunakan yaitu metode pengamatan dan pengukuran.

B.     SARAN
1.      Sebaiknya jangan menumpuk sampah di area dekat rumah, agar tidak menjadi sarang perindukan tikus,
2.      Simpanlah makanan ditempat yang tidak terjangkau oleh tikus (rapat tikus)



DAFTAR PUSTAKA

1.      Ahmad, Hamsir.Dkk. 2011. Pengendalian Vector dan Binatang Pengganggu B. politeknik kesehatan kementrian kesehatan Makassar jurusan kesehatan ingkungan.
2.      Serdi.Efektifitas Peangkap Tikus Dengan Variasi Umpan Dalam Pngendalian Tikus Selokan (Rattus Norvegicus) Di Pelabuhan Laut Makassar.Jurusan Kesehatan Lingkungan Makassar.2000.
3.      Sayid Sudarna, 2010, Pengendalian Hama Tikus, http://sayid-sudarna.blogspot.com/2010/02/pengendalian-        hama-tikus.html, Diakses 28 mei 2012.