BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Tikus adalah makhluk yang sangat
merugikan manusia. Selain merugikan perekonomian karena menghabiskan atau
merusak makanan, tanam-tanaman, barang-barang dan lain-lain harta benda, tikus
dapat pula menyebarkan berbagai jenis penyakit (Manual KKP,Dit.Epid. dan
Karantina, Ditjen P3M Depkes RI).
Adapun kerugian yang ditimbulkan oleh
tikus dapat dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan.Dari segi
ekonomi, tikus dapat merusak tanaman petani dan bahkan merusak bangunan
kediaman manusia.Dari segi sosial budaya dapt menurunkan martabat manusia
karena dengan banyaknya tikus menandakan bahwa nilai kesehatan penghuninya
rendah. Sedangkan dari segi kesehatan yaitu dapat menimbulkan berbagai jenis
penyakit yang ditularkan melalui tikus tersebut salah satunya adalah
tyfus,pes,dan lain-lain.
Tikus dapat dikatakan sebagai hewan yang
paling dekat dengan manusia, karena mereka tinggal disekitar bahkan serumah
dengan manusia, makan makanan yang dimakan oleh manusia bahkan berbagi penyakit
dengan manusia.
Oleh karena itu, tikus perlu diberantas
supaya tidak menimbulkan penyakit dan kerugian material. Adapu cara
pemberantasa tikus itu sendiri perlu diadakan survey dan identifikasi tikus.
B. TUJUAN
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka adapun tujuan dari praktikum identifikasi
tikus ini adalah “ untuk mengetahui cara identifikasi dan jenis tikus”
BAB II
DASAR TEORI
Tikus adalah satwa
liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia. Asosiasi tikus
dengan manusia seringkali bersifat parasitisme, tikus mendapatkan keuntungan
sedangkan manusia sebaliknya. Tikus sering menimbulkan gangguan bagi manusia
dibidang : kesehatan; pertanian; peternakan; rumah tangga.
A.
Morfologi Tikus
Klasisifikasi
Tikus
No.
|
Tingkatan Takson
|
Golongan
|
1.
|
Dunia
|
Animalia
|
2.
|
Phyllum
(Filum)
|
Chordata
|
3.
|
Sub filum
|
Vertebrata (Craniata)
|
4.
|
Kelas
|
Mammalia
|
5.
|
Sub kelas
|
Theria
|
6.
|
Infra
Kelas
|
Eutheria
|
7.
|
Ordo
|
Rodentia
|
8.
|
Sub
ordo
|
Myomorpha
|
9.
|
Famili
|
Muridae
|
10.
|
Sub
family
|
Murinae
|
11.
|
Genus
|
Bandicota
|
Ordo Rodentia
merupakan ordo dari kelas Mammalia yang terbesar karena memiliki jumlah spesies
terbanyak yaitu 2.000 spesies (40 %) dari 5.000 spesies untuk seluruh kelas
Mammalia. Dari 2.000 spesies Rodentia, hanya kurang lebih 150 spesies tikus
yang ada di Indonesia dan hanya 8 spesies yang paling berperan sebagai host
(vektor) dari agent patogen terhadap manusia dan hama pertanian. Delapan spesies tsb : Rattus norvegicus (tikus
riol/got/selokan/kota), Rattus-rattus diardii (tikus rumah/atap), Mus
musculus (mencit rumah), Rattus exulans (tikus ladang), Bandicota
indica (tikus wirok), Rattus tiomanicus (tikus pohon), Rattus
argentiventer (tikus sawah), Mus caroli (mencit ladang)
No
|
Morfologi
|
Tikus roil
|
Tikus atap
|
Mencit rumah
|
Tikus ladang
|
|
1.
|
Tekstur rambut
|
Kasar dan agak panjang
|
Agak kasar
|
Lembut dan halus
|
Lembut dan halus
|
|
2.
|
Bentuk hidung
|
Kerucut terpotong
|
Kerucut
|
Kerucut
|
Kerucut
|
|
3.
|
Bentuk badan
|
Silindris, membesar kebelakang
|
Silindris
|
Silindris
|
Silindris
|
|
4.
|
Warna badan bagian punggung
|
Coklat hitam kelabu
|
Coklat hitam
kelabu
|
Coklat hitam
kelabu
|
Coklat kelabu
|
|
5.
|
Warna badan bagian perut
|
Coklat kelabu (pucat)
|
Coklat hitam
kelabu
|
Coklat hitam
kelabu
|
Putih kelabu
|
|
6.
|
Warna ekor bagian atas
|
Cokelat hitam
|
Cokelat hitam
|
Cokelat hitam
|
Cokelat hitam
|
|
7.
|
Habitat
|
Gudang, selokan, rumah
|
Rumah, gudang
|
Rumah gudang
|
Sawah, ladang
|
|
8.
|
Bobot tubuh (gr)
|
150-600
|
60-300
|
8-30
|
30-85
|
|
9.
|
Pjg kepala + badan (mm)
|
150-250
|
100-210
|
55-100
|
80-150
|
|
10.
|
Panjang ekor (mm)
|
160-210
|
120-250
|
70-110
|
110-180
|
|
11.
|
Lebar daun telinga (mm)
|
18-24 (berambut)
|
19-23
|
9-12
|
16-20
|
|
12.
|
Pjg tlpk kaki blkg (mm)
|
40-47
|
30-37
|
12-18
|
22-28
|
|
13.
|
Lebar gigi pengerat (mm)
|
3.5
|
3
|
1.5
|
2
|
|
14.
|
Jlh puting susu (pasang)
|
6 (3+3) =12
|
5 (2+3) =10
|
5 (3+2) =10
|
4 (2+2)=8
|
|
R.norvegicus,
R.rattus dan M.musculus mempunyai distribusi geografi yg menyebar diseluruh
dunia sehingga disebut sebagai hewan kosmopolit. Sisanya hanya sekitar Asia dan
Asia Tenggara saja. Tikus wirok,
tikus riul, tikus sawah dan mencit ladang termasuk hewan terestrial yg
dicirikan dengan ekor relatif pendek thdp kepala dan badan serta tonjolan pada
telapak kaki yg relatif kecil dan halus. Tikus pohon, tikus rumah (atap), tikus
ladang dan mencit rumah termsuk hewan arboreal yg dicirikan dgn ekor yg panjang
serta btonjolan pd telapak kai yg besar dan kasar.
Salah satu ciri
terpenting dari Ordo Rodentia (hewan pengerat) adalah kemampuannya untuk
mengerat benda-benda yg keras. Maksud mengerat untuk mengurangi pertumbuhan
gigi serinya terus menerus. Pertumbuhan gigi seri yg terus menerus disebabkan
oleh tidak adanya penyempitan pada bagian pangkalnya sehingga terdapat celah yg
disebut diastema. Diastema berfungsi untuk membuang kotoran yg ikut terbawa dgn
pakannya masuk kedalam mulut. Rodentia tidak mempunyai gigi taring, sehingga
ada cekah antara geraham dan gigi seri (diastema).
Rumus gigi tikus :
1
0 0 3
------------- ---- x 2, jumlahnya 16
1 0
0 3
I
C Pm M
Ket :
I (incisiva) = gigi seri
C (canina)
= gigi taring
Pm (pre-molar) = gigi geraham
depan
M (molar) = gigi geraham belakang
Kerabat dekat
tikus : bajing, landak, marmut, kelinci serta tikus putih dan mencit putih (
telah kehilangan pigmen-albino). Cecurut dan tupai bukan kerabat tikus tetapi
mirip tikus. Penyakit yang ditularkan melalui tikus : Pes (plague),
Salmonellosis, Leptospirosis, Murine Typhus, Rickettsial pox, Lassa,
Rodent-borne Haemorrhagic Fevers, Lymphocytic choriomeningitis, Rabies,
Rat-bite fever, Trichinosis.
Dalam pengendalian
tikus dibutuhkan pengetahuan dasar untuk
pengendalian tikus dan metode pengendalian. Pengetahuan dasar untuk
pengendalian tikus meliputi Identifikasi, Biologi dan perilaku tikus, Tanda
keberadaan tikus, Rodentisida, Resistensi tikus terhadap rodentisida, Bahaya
rodentisida bagi manusia. Metode pengendalian tikus meliputi : Sanitasi, Kultur
teknis, Fisik mekanis, Biologis atau hayati, serta Kimiawi.
Dengan telah
dapatnya kita mengenal tikus maka belum cukuplah pengetahuan kita kalau tidak
dilengkapi dengan bahaya ataupun pengaruh-pengaruh yang dapat ditimbulkannya.
Tikus dapat manimbulkan permasalahan dalam kehidupan manusia baik langsung
maupun tidak langsung.
Tikus dapat
manimbulakn berbagai gangguan dan kerugian, antara lain dalah :
- Menimbulkan karugian ekonomi karena tikus memakan bahan-bahan makanan yang dihasilkan manusia.
- Menimbulkan kerusakan pada perabot rumah tangga dan juga kerusakan pada bangunan atau gudang penyimpanan bahan makanan.
- Dibidang kesehatan tikus-tikus tersebut berperan sebagai tuan rumah perantara untuk beberapa jenis penyakit yang dikenal sebagai Rodent – borne diseases.
B.
Penyakit-Penyakit
Yang Tergolong Rodent Borne Diseases,
Adalah :
a.
Penyakit
Pes (Plague)
Di dalam
siklus penyakit ini tikus berperan sebagai “host”.
Epizootic umumnya terjadi pada Rattus
rattus diardii (Politzer, 1954). Apabila tikus banyak yang mati, pinjal
yang dalam hidupnya memerlukan darah kemudian pindah ke manusia. Bila
pinjal-pinjal tersebut mengandung baksil per yaitu Yersinia (Pasteurella) pestis, (Goldenberg, 1968), maka bisa
menular kepada manusia. Pes ini pada manusia disebut pes bubo ”bubonic plague” dan disamping itu ada
pula yang disebut pes paru-paru ”pneumonic
plague atau lung plague” dan pes
septichaemia – ”septichaemic plague”
(Baltazard et.al., 1956). Bila pes bubo ini dibiarkan saja (tidak diobati),
bisa menjalar ke paru-paru, timbullah pes paru-paru skunder (secondary lung plague) yang sangat
ditakuti, karena bisa menular melalui udara. Pes inilah yang biasanya
menyebabkan epidemi dan menimbulkan banyak korban. Pada keadaan yang luar biasa
dimana baksil pes telah meracuni seluruh pembuluh darah, bisa menyebabkan pes
septichaemi. Penderita bisa meninggal secara tiba-tiba dalam keadaan yang
sangat mengerikan. Mungkin inilah yang menyebabkan kenapa penyakit pes zaman
dahulu disebut ”penyakit setan atau black
death”. Sebelum penyakit pes tersebut pindah ke manusia melalui perantaraan
pinjal tikus (Xenophsylla spp,
Nosopsyllus fasciatus, dan pinjal tikus lainnya) dari ”host”nya yang
terkenal (di Indonesia) yaitu R.r diardi.
Di dalam tubuh tikus penyakit pes tersebut dapat bersiklus secara abadi pada
tubuh beberapa jenis binatang lainnya (”rodent”)
(Kartman dan Prince, 1956; Quan, et.al., 1954).
Jenis-jenis
binatang pengerat ini tidak semuanya akan mati bila kena penyakit pes. Binatang
tersebut berfungsi sebagai pembawa (”carrier
atau vehicle”) baksil pes. Di
Indonesia R. exulans telah diketahui
sebagai pembawa penyakit pes di daerah Boyolali (Tumer, et.al., 1974),
sedangkan di Amerika dikenal jenis-jenis lainnya yaitu : Citellus variegates dan C
beechevi (Stark, et.al., 1967). Hal inilah antara lain yang menyebabkan
mengapa bidang kesehatan banyak menaruh perhatian kepada binatang mengerat dan
melakukan penelitian-penelitian.
Penyakit pes yang abadi pada
berjenis-jenis binatang pengerat di alam terbuka yang umumnya jauh dari
kehidupan manusia disebut “sylvatic
plague” atau “campestral plague”
(Politzer, 1954). Tempat-tempat di alam dimana binatang mengerat selalu
mengandung bibit penyakit disebut “foci”
(jamak) atau ”focus” (tunggal).
Mengetahui sumber dan pergerakan penyakit-penyakit tersebut ke manusia sangat
menarik bagi para “epidemiologist”
sedangkan mengetahui jenis-jenis binatang yang terlibat beserta situasi
habitatnya sangat menarik bagi para “mammalogist”
dan “animal ecologist”. Pekerjaan
untuk mengetahui dimana ada foci tersebut disebut “foci detection” dan data yang diperoleh sangat berguna untuk
melakukan program pemberantasan penyakit pes. Inilah salah satu kegunaan dari
binatang pengerat tersebut, disamping sebagai binatang percobaan di
laboratorium juga digunakan dalam evaluasi kegiatan di lapangan (melakukan pooling test).
b.
Leptospirosis
Penyakit ini di Indonesia pada
zaman penjajahan Belanda banyak menimpa pekerja-pekerja pada tempat-tempat
penggalian tanah, terutama tanah-tanah yang lembab ataupun yang berair, seperti
misalnya got-got dan tambang-tambang. Pada saat itu tikus yang menularkan penyakit ini adalah R. novergicus. Terakhir penyakit ini
memperlihatkan dirinya kembali di kecamatan Kayu Agung, kabupaten Ogan Komering
Ilir, sekitar tahun 1970. Dengan adanya sistem adanya ”trapping” yang meluas ditemukan banyak R. exulans yang terjangkit Leptospirosis. Di Malaysia ”host”nya yang terkenal adalah R. novergicus dan R. argentiventer (Harrison, 1962). Leptospira berkembang biak pada
ginjal tikus. Kemidian Leptospira ini dikeluarkan melalui urine dan akan tetap
hidup untuk beberapa waktu lamanya di tanah yang lembab/basah ataupun di air.
Penularan kepada manusia terjadi melalui selaput lendir atau luka di kulit.
Pada dewasa ini penyakit tersebut sudah tidak begitu kelihatan lagi namun
diduga penyakit tersebut masih berkembang biak terus di hutan diantara rodentia liar.
c. Scrub
typhus
Seperti halnya
pada penyakit pes, ” scrub typhus” tidak hanya melibatkan
tikus. Penyakit ini disebabkan oleh Rickettsia
yang hidup pada salah satu vektor (”mite”)
yang bernama Trombicula akamushi atau
T. deliensis (Harrison, 1962). Di
Malaysia sudah diketahui bahwa vektor penyakit ini hidup pada R. Argentiventer sedangkan di Singapura
yang biasa dikenal sebagai ”host”
adalah R.r diardi. Kedua jenis Trombicula ini pada stadium dewasa hidup
bebas di tanah, tetapi stadium larvanya hidup dari darah tikus.
Bila seekor Trombicula mengidap Rickettsia, maka panyakit ini akan berkembang biak dan terbawa pada
telur dan anak-anaknya. Larva yang baru diteteskan dalam keadaan lapar dapat
mencari host baru, mungkin saja
larvanya yang membawa Rickettsia ini
mengisap darah manusia kerena tidak menemukan tikus. Pada waktu itu Rickettsia ditularkan pada manusia yang
akhirnya menderita penyakit Scrub typhus
d. Murine
typhus
Penyebab
penyakit ini adalah Rickettsia mooseri, (Mackie,
et. Al., 1946). Penyakit ini sangat dekat hubungannya dengan penyakit Pes
hingga mungkin sekali infeksinya terjadi secara bersamaan, karena mempunyai
vektor dan host yang sama terkenalnya yaitu X.
Cheopis dan R. r diardii
(Harrison, 1962).
e. Rat
bite fever
Penyakit ini
adalah sejenis demam yang disebabkan oleh Spirillium
minus yang masuk melalui gigitan tikus, (Mickie, et.al., 1946). Penyakit
ini walaupun dinyatakan ada di Indonesia, tetapi belum banyak diketahui dan
diperhatikan.
BAB III
METODOLOGI
A. WAKTU
dan lokasi praktikum
Hari / Tanggal : rabu, 23 mei 2012
Waktu :
13.00-13.30 (WITA)
Lokasi praktikum : Workshop Kampus Jurusan Kesehatan Lingkungan
B. CARA
KERJA
I. Alat
·
Timbangan
·
Jangka
·
Penggaris
·
Pipet
·
Balep
·
Kantong plastik
·
Timer
II. Bahan
·
Clorofom
·
Kertas putih
·
Alat tulis menulis
·
Kapas
III.
CARA
KERJA
·
Siapkan alat dan bahan
yang akan digunakan.
·
Amati warna bulu, jenis
bulu, dan mata tikus yang akan
diperiksa.
·
Lakukan pembiusan pada
tikus dengan cara masukkan tikus kedalam kantong plastik/toples lalu pipet 2-3 ml clorofom kedalam kantong
plastik/toples tersebut, setelah itu diamkan sekitar 5-10 menit.
·
Amati tikus yang ada
dalam kantong plastik/toples selama pembiusan berlangsung jangan sampai tikus
kaku (susah pengukurannya).
·
Keluarkan tikus dari
kantong plastik/toples dan timbang. Catat hasil pengukuran.
·
Sisir bulu tikus (untuk
mengetahui ada atau tidaknya pinjal).
·
Letakkan tikus diatas
kertas putih yang telah disiapkan. Amati jenis kelamin dan jumlah tetek tikus
yang diperiksa. Catat
·
Ukur berapa panjang
seluruhnya (total length) dari ujung moncong sampai panjang ekor disingkat TL.
·
Ukur panjang kepala dan
badan (head & body) dari ujung moncong sampai ke anus yang disingkat HB.
·
Ukur panjang ekor
(tail) dari pangkal ekor/anus sampai ujung ekor yang disingkat T.
·
Ukur panjang telapak
kaki belakang (hind foot) dari tumit sampai ujung kuku/cakar yang disingkat HF.
·
Ukur panjang telinga
(ear) dari lekukan dibelakang telinga sampai ujung daun telinga yang disingkat
E.
·
Ukur tengkorak (skull)
dari ujung tulang hidung sampai tonjolan dibelakang kepala yang disingkat Sk.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Setelah
melakukan praktikum, maka diperoleh hasil sebagai beriku :
1. Warna
bulu punggung : coklat, hitam, kelabu.
2. Warna
bulu dada : coklat pucat
3. Bentuk
badan : silindris membersar
kebelakang
4. Warna
bulu ekor : coklat
kehitaman
5. Bentuk
moncong : tumpul /
krucut terpotong
6. Panjang badan +
kepala ( H&B) : 225(mm)
7. Panjang
Ekor :
180 (mm)
8. Panjang
keseluruhan (TL) : 400
(mm)
9. Tengkorak
(SK) : 45 (mm)
10. Panjang
telinga (E) : 20 (mm)
11. Bentuk
mata : Sipit
12. Panjang
Telapak Kaki (HF) : 43 (mm)
13. Jenis
Bulu : agak kasar dan panjang
14. Habitat
:
roil, dan rumah.
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka
dapat diketahui bahwa jenis tikus yang diamati adalah termeuk ke dalam spesies
rattus-rattus nokrvegicus (tikus roil/got).
Hal ini dapat dilihat dari ciri yang
mencolok yaitu: bentuk badan yang silindris membesar, yang merupakan ciri utama
tikus ini, selain itu juga dapat dilihat dari bentuk hidung yang tumpul
(kerucut terpotong), dan proporsi tubuh (berat badan, panjang A&B, TL, SK,
HF, dan E) yang lebih besar .
Selain ciri morfologi tersebut,
penentuan jenis juga didasarkan pada habitat tempat tinggalnya yaitu pada
saluran air (got), sehingga dengan ini kami menjadi sangat yakin untuk
menentukan spesies tikus ini sebagai rattus-rattus norvegicus.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Jenis
tikus yang telah teridentifikasi yakni spesies rattus-rattus norvegicus
2. Metode
identifikasi yang digunakan yaitu metode pengamatan dan pengukuran.
B. SARAN
1. Sebaiknya
jangan menumpuk sampah di area dekat rumah, agar tidak menjadi sarang
perindukan tikus,
2. Simpanlah
makanan ditempat yang tidak terjangkau oleh tikus (rapat tikus)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ahmad, Hamsir.Dkk.
2011. Pengendalian Vector dan Binatang Pengganggu B. politeknik
kesehatan kementrian kesehatan Makassar jurusan kesehatan ingkungan.
2.
Serdi.Efektifitas
Peangkap Tikus Dengan Variasi Umpan Dalam Pngendalian Tikus Selokan (Rattus
Norvegicus) Di Pelabuhan Laut Makassar.Jurusan Kesehatan Lingkungan Makassar.2000.
3.
Sayid
Sudarna, 2010, Pengendalian Hama Tikus, http://sayid-sudarna.blogspot.com/2010/02/pengendalian- hama-tikus.html, Diakses 28 mei 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar